Kampung Naga Tasikmalaya Arif Setiawan, July 4, 2015March 10, 2018 Setelah sekian lama nggak melakukan road trip, akhirnya saya dan teman-teman lumayan latah buat naik motor dari Bandung ke Garut – Tasikmalaya. Kebetulan saat itu dalam rangka melepas penat setelah UTS. Tujuannya ke Kampung Naga di perbatasan Garut & Tasik dengan singgah terlebih dahulu tempat saudaranya Firyal di daerah Bayongbong (yang bisa lihat Gunung Cikuray pas banget di depan rumah). Kami berangkat dari Bandung sore hari, sampai Garut mampir dulu di Pasar Ceplak buat makan malam. Pasar Ceplak, semacam culinary nightnya Garut. Pagi Cikuray đ Paginya kami melakukan ritual mancing terlebih dahulu sebelum makan siang. Ini yang paling khas dari rumah-rumah di daerah Sunda, selalu ada balong/kolam di deket rumah. Jadinya mancing sudah menjadi tradisi. Mancing, sik asik! Oiya, mancing itu termasuk gampang-gampang susah, kadang bisa cepet dapet, kadang enggak. Kalau kami kemarin pertama-tama susah dapetnya, tapi begitu dapet langsung dapet terus, haha. Setelah makan dengan hasil tangkapan, barulah kami bersiap untuk menuju ke Kampung Naga. Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam Salah satu pertanda kita sudah sampai di area Kampung Naga adalah adanya terminal dengan Tugu Kujang Pusaka (sisi sebelah kiri jika dari arah Garut). Tugu Kujang Pusaka Tugu Kujang Pusaka merupakan tanda gerbang menuju Kampung Naga yang dibangun pemerintah. Dulu sempat ada permasalahan antara petinggi adat dengan pemerintah setempat yang ingin menjadikan sebagai desa wisata dengan petinggi adat yang kurang berkenan, alasannya karena daerah wisata itu cenderung kotor yang disebabkan pengunjung yang seringnya kurang bertanggung jawab. Namun, masyarakat di kampung ini tidak menutup diri apabila ada wisatawan yang berkunjung asalkan mengikuti aturan setempat. Kampung Naga sendiri  merupakan kampung yang berada di daerah Neglasari, Tasikmalaya, yang masih menjaga adat istiadat turun temurun leluhurnya dan lucunya warganya tidak tahu asal usul kampungnya secara jelas karena pembakaran kampung ini oleh DI/TII Kartosoewirjo pada tahun 1956. Yang menyebabkan catatan-catatan sejarah ikut terbakar. Anak tangga menuju Kampung Naga Untuk menuju Kampung Naga, kita harus menuruni 439 buah anak tangga sepanjang 0,5 km. Luas area Kampung Naga hanya sekitar 1,5 hektar, dengan pembatas pagar bambu yg sudah tidak dimungkinkan untuk menambah bangunan lagi, mata pencaharian utama penduduk adalah pertanian, memelihara ikan dan membuat kerajinan. Kegiatan keseharian ibu-ibu di Kampung Naga adalah menumbuk padi, panen 2 kali setahun. Padi lokal di sini agak berbeda dengan padi modern, tingginya bisa 1 meteran yg harus dipotong menggunakan ani-ani dan ibu-ibu di sini bisa manen padi sebanyak 1,5 kwintal seharinya, istimewa!! haha. Sementara ibu-ibu kerja ‘keras’, bapak-bapak sibuk dengan kerjaan kerajinannya. Eh, tapi ga lah, kalau udah masa panen mah saling bantu, heheu. Arsitektur rumah-rumah di Kampung Naga hampir sama dengan Baduy Dalam, mungkin karena sama-sama dari Suku Sunda. Terdiri dari 2 bagian utama, yaitu ruang tamu dan ruang dapur + keluarga (yg ada jendelanya), dan sama semua. Jumlahnya sekarang ada 113 rumah. Susunannya melintang arah barat-timur, tujuannya supaya sinar matahari bisa masuk rumah, saling berhadapan agar bisa saling cek apakah tetangga depan rumah sudah masak apa belum, jadi ga mungkin ada warga kelaparan di sini, katanya. Atap ijuk rumah-rumah di sini juga konon bisa bertahan hingga 25 tahun. Salah satu hal terunik yang kami temukan adalah ketika kami diajak ke rumah Bapak yang menjadi guide kami dan kami bertanya tentang apa saja kegiatan sehari-hari mereka ketika di malam hari, kan ga ada listrik di sini? Obo’, jawab Bapaknya dengan santainya. Yang artinya cuma tidur. Seketika kami langsung hening dan tertawa kecil, haha. Enak banget kegiatannya tidur, ga mikirin hal-hal yang aneh kayak di kota. Semcam Surau untuk berkumpul dan beribadah bersama, terletak di tengah kampung Setelah puas berkeliling, akhirnya kami harus kembali ke Garut untuk beristirahat dan kembali ke Bandung keesokan harinya. Sambil tergoda jajan duren dulu. Terima kasih Kampung Naga, Garut dan Firyal buat liburannya. â 1234 readers Related Indonesia Travel BaduyGarutJawa BaratKampung NagaPasar CeplakRoad TripTasikmalayaTrip
kampung naga memiliki kebudayaan yang melekat hingga sekarang dimana dsana tak ada listrik. saya pernah kesana dengan menaiki 1000 tangga, capek nya sekalii Reply