Skip to content
Arif Setiawan
Arif Setiawan

travel, culinary and technology

  • Home
  • About
  • Travel
    • Indonesia
      • Bali
      • Banten
      • Jakarta
      • Jawa Barat
      • Jawa Tengah
      • Jawa Timur
      • Kalimantan Selatan
      • Lampung
      • Sumatera Barat
      • Sumatera Utara
      • Yogyakarta
    • Laos
    • Malaysia
    • Singapore
    • Vietnam
  • Culinary
  • Technology
    • Startup
    • Software Development
    • Social Media
  • #kulinersince
  • Nol Kilometer
Arif Setiawan

travel, culinary and technology

Nol Kilometer Magelang

Arif Setiawan, January 27, 2020October 20, 2020

Membahas Nol Kilometer Magelang kurang seru jika tanpa membahas sejarahnya.

Tak disangka hari jadi Kota Magelang sama dengan tanggal lahir saya, yaitu 11 April 907 beda 1000-an tahun lebih. Magelang berawal dari sebuah desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh. Mantyasih sendiri memiliki arti beriman dalam cinta kasih. Di kampung Meteseh saat ini pun terdapat sebuah lumpang batu yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan Sima atau Perdikan.

Untuk menelusuri sejarah Magelang, setidaknya ada 3 prasasti yang bisa menjadi acuan, yaitu Prasasti POH, GILIKAN dan Mantyasih. Ketiganya merupakan prasasti yang ditulis di atas lempengan temaga.

Prasasti POH dan Mantyasih ditulis pada jaman Mataram Hindu saaat pemerintahan Raja Rake Watukura Dyah Balitung (898 – 910 M). Dalam prasasti ini disebut adanya Desa Mantyasih dan Desa Glangglang. Mantyasih yang kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glangglang menjadi Magelang.

Desa Perdikan sendiri berarti daerah bebas pajak yang dipimpin oleh pejabat patih. 

Dalam prasasti itu juga disebut Gunung Susundara dan Wukir Sumbing yang kini dikenal dengan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.

Begitulah sejarah Magelang, yang berkembang menjadi kota dan ibu kota Karesidenan Kedu (1818) dan pernah juga menjadi ibukota Kabupaten Magelang. Setelah masa kemerdekaan kota ini berubah menjadi kotapraja dan kotamadya di era reformasi. Sejalan dengan pemberian otonomi, sebutan kotamadya ditiadakan dan diganti menjadi kota.

Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, Magelang dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu, karena letaknya yang strategis dan udara yang nyaman serta pemandangan indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer, yang berlangsung hingga sekarang.

Titik Nol Kilometer

Lokasi dari titik nol kilometer Kota Magelang sendiri ada di salah satu sudut alun-alunnya. Tepatnya di depan Klenteng Liong Hok Bio.

Titik Nol Kilometer Magelang
Titik Nol Kilometer Magelang

Penandanya adalah tugu lampu yang tidak terlalu besar dan patok yang bertuliskan MGL 0.

Patung Pangeran Diponegoro
Patung Pangeran Diponegoro

Di sekitar area ini sudah sangat nyaman untuk pejalan kaki. Selain cukup teduh karena banyaknya pohon yang rindang, dengan berjalan kaki di sekitar sini kita sudah bisa menemukan beberapa bangunan yang bersejarah di sekitar alun-alun cukup ikonik dengan adanya bangunan menara air, patung Diponegoro, taman bunga dan tulisan MAGELANG yang menghadap ke timur.

Klenteng Liong Hok Bio

Klenteng Liong Hok Bio Magelang
Klenteng Liong Hok Bio Magelang
(Sumber : lensanasrul)

Sangat mudah dikenali, bangunan yang bernuansa merah dan abu-abu ini sudah ada di sini sejak tahun 1864. Didirikan oleh Kapiten Be Koen Wie alias Be Tjok Lok.

Masjid Agung

Masjid yang juga biasa disebut Masjid Kauman dibangun oleh KH Mudzakir yang merupakan ulama dari Jawa Timur pada tahun 1650. Awalnya hanya berbentuk mushola yang kemudian pada tahun 1779 resmi menjadi masjid. Tiang-tiang yang digunakan menggunakan kayu jati yang langsung didatangkan dari Bojonegoro.

Gereja Beth-El

GPIB Beth-El Magelang
GPIB Beth-El Magelang

Merupakan gereja tertua di Magelang, gereja ini sudah ada sejak tahun 1817 dengan arsitektur yang sangat khas, yaitu bangunan yang langsing dengan menara menjulang tinggi dengan pintu utama dan jendela berbentuk melengkung dan meruncing ke atas.


Alun-alun Magelang
Alun-alun Magelang
(Sumber : bakpiamutiarajogja)

Sangat menarik sekali, karena beberapa bangunan sejarah yang bahkan sudah ada sebelum Perang Diponegoro (1825 – 1830) ini hanya terpisahkan oleh alun-alun saja.

Menara Air

Selain itu, masih ada juga menara air yang hingga saat ini menjadi ikon kota ini. Sudah ada sejak tahun 1920, menara air / water toren (bahasa Belanda) ini masih berfungsi dengan baik hingga sekarang. Mampu menampung sekitar 1.750 juta liter air dan dulunya mampu memenuhi kebutuhan air untuk masyarakat Kota Magelang.


Mungkin itu sedikit cerita dari kunjungan ke Titik Nol Kilometer Magelang, bagi yang berkesempatan ke sana jangan lupa untuk mencoba pengalaman kulinernya juga, karena kuliner khasnya kupat tahu ada juga di sekitar alun-alun ini.

Selamat Berkunjung! 😀


→ 513 readers

Related

Indonesia Travel Jawa TengahMagelangNol KilometerPangeran Diponegoro

Post navigation

Previous post
Next post

Comments (15)

  1. Pingback: Es Semanggi Magelang Sejak 1960 — Arif Setiawan
  2. Pingback: Nol Kilometer Temanggung — Arif Setiawan
  3. Pingback: Kupat Tahu Pojok Magelang Sejak 1942 — Arif Setiawan
  4. Pingback: Kampung Ulam Ngrajek Magelang — Arif Setiawan
  5. Pingback: Warung Mie AA Magelang — Arif Setiawan
  6. Pingback: Soto Pringgading Semarang Sejak 1940 — Arif Setiawan
  7. Pingback: Gudeg Poncol Magelang Sejak 1990 — Arif Setiawan
  8. Pingback: Soto Bathok Pakde Muntilan — Arif Setiawan
  9. Pingback: Taman Kyai Langgeng Magelang, Rekomendasi Wisata Anak di Wilayah Kedu — Arif Setiawan
  10. Pingback: Warung Makan Bu Darmo Muntilan Sejak 1920 — Arif Setiawan
  11. Pingback: Soto Sapi Mbah Kromo Magelang Sejak 1958 — Arif Setiawan
  12. Pingback: Phuket Resto Borobudur: Menikmati Cita Rasa Thailand di Magelang — Arif Setiawan
  13. Pingback: Rumah Makan Bumbu Pawon Magelang — Arif Setiawan
  14. Pingback: Tol Kahyangan Magelang: Jalur Alternatif yang Penuh Pesona Alam — Arif Setiawan
  15. Pingback: Magelang dan Abu Merapi: Harmoni Alam dan Tantangan Kehidupan — Arif Setiawan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular Posts

  • Rumah Makan Adem Ayem Solo Sejak 1969
  • Rawon Nguling Malang Sejak 1942
  • Pempek Ny. Kamto Sejak 1984
  • Rumah Makan Bagelen Sejak 1979
  • Pondok Rahayu Muntilan Sejak 1989
  • Sate Subali Batang Sejak 1971
  • Kopi Kapuhan Ketep Magelang
  • Custom Watchface Amazfit Bip
  • Danau Beratan Bedugul Bali
  • Gudeg Bu Tjitro Sejak 1925

Recent Posts

  • Dapoer Gending Muntilan: Cita Rasa Autentik di Kota Muntilan
  • Depot Nikmat Jombang Sejak 1987
  • Alun-Alun Jombang: Ruang Publik Ikonik di Jantung Kota Santri
  • Nol Kilometer Tuban: Titik Awal Menjelajah Bumi Wali
  • Mengenal Jenis-Jenis Server: Mana yang Cocok untuk Website Anda?

Categories

Archives

Subscribe

Enter your email address to subscribe to this blog.

Join 1,224 other subscribers
Seedbacklink

Travel

  • Alun-Alun Jombang: Ruang Publik Ikonik di Jantung Kota SantriMay 4, 2025
  • Nol Kilometer Tuban: Titik Awal Menjelajah Bumi WaliApril 27, 2025
  • Leisure Trip ke Morwell: Dari Taman Bunga hingga Sushi Favorit TravelerMarch 24, 2025
  • Jalan Braga: Simbol Kejayaan Bandung di Masa KolonialJanuary 5, 2025
  • Staycation di Grand Rohan JogjaDecember 25, 2024

Culinary

  • Dapoer Gending Muntilan: Cita Rasa Autentik di Kota MuntilanMay 13, 2025
  • Depot Nikmat Jombang Sejak 1987May 10, 2025
  • Sop Buntut dan Soto Pak Sugeng YogyakartaApril 3, 2025
  • Warung Kopi Purnama Bandung: Legenda yang Bertahan Sejak 1930January 4, 2025
  • Lacamera Coffee Bandung: Tempat Nongkrong Asyik dengan Kopi BerkualitasJanuary 1, 2025

Technology

  • iOS Conference Singapore 2020November 28, 2021
  • Sinergi Coworking Space JogjaAugust 22, 2020
  • WordCamp Jakarta 2019February 12, 2020
  • Kubik Coworking & Art Space PadangApril 13, 2019
  • Redesign Aplikasi IndiHomeNovember 6, 2018
©2025 Arif Setiawan | WordPress Theme by SuperbThemes
 

Loading Comments...