Skip to content
Arif Setiawan
Arif Setiawan

travel, culinary and technology

  • Home
  • About
  • Travel
    • Indonesia
      • Bali
      • Banten
      • Jakarta
      • Jawa Barat
      • Jawa Tengah
      • Jawa Timur
      • Kalimantan Selatan
      • Lampung
      • Sumatera Barat
      • Sumatera Utara
      • Yogyakarta
    • Laos
    • Malaysia
    • Singapore
    • Vietnam
  • Culinary
  • Technology
    • Startup
    • Software Development
    • Social Media
  • #kulinersince
  • Nol Kilometer
Arif Setiawan

travel, culinary and technology

Kampung Naga Tasikmalaya

Arif Setiawan, July 4, 2015March 10, 2018

Setelah sekian lama nggak melakukan road trip, akhirnya saya dan teman-teman lumayan latah buat naik motor dari Bandung ke Garut – Tasikmalaya. Kebetulan saat itu dalam rangka melepas penat setelah UTS. Tujuannya ke Kampung Naga di perbatasan Garut & Tasik dengan singgah terlebih dahulu tempat saudaranya Firyal di daerah Bayongbong (yang bisa lihat Gunung Cikuray pas banget di depan rumah).

Kami berangkat dari Bandung sore hari, sampai Garut mampir dulu di Pasar Ceplak buat makan malam.

Pasar Ceplak, semacam culinary nightnya Garut.
Pasar Ceplak, semacam culinary nightnya Garut.
Pagi Cikuray :D
Pagi Cikuray 😀

Paginya kami melakukan ritual mancing terlebih dahulu sebelum makan siang. Ini yang paling khas dari rumah-rumah di daerah Sunda, selalu ada balong/kolam di deket rumah. Jadinya mancing sudah menjadi tradisi.

Mancing, sik asik!
Mancing, sik asik!

Oiya, mancing itu termasuk gampang-gampang susah, kadang bisa cepet dapet, kadang enggak. Kalau kami kemarin pertama-tama susah dapetnya, tapi begitu dapet langsung dapet terus, haha.

Setelah makan dengan hasil tangkapan, barulah kami bersiap untuk menuju ke Kampung Naga.

Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam
Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam

Salah satu pertanda kita sudah sampai di area Kampung Naga adalah adanya terminal dengan Tugu Kujang Pusaka (sisi sebelah kiri jika dari arah Garut).

Tugu Kujang Pusaka
Tugu Kujang Pusaka

Tugu Kujang Pusaka merupakan tanda gerbang menuju Kampung Naga yang dibangun pemerintah. Dulu sempat ada permasalahan antara petinggi adat dengan pemerintah setempat yang ingin menjadikan sebagai desa wisata dengan petinggi adat yang kurang berkenan, alasannya karena daerah wisata itu cenderung kotor yang disebabkan pengunjung yang seringnya kurang bertanggung jawab. Namun, masyarakat di kampung ini tidak menutup diri apabila ada wisatawan yang berkunjung asalkan mengikuti aturan setempat.

Kampung Naga sendiri  merupakan kampung yang berada di daerah Neglasari, Tasikmalaya, yang masih menjaga adat istiadat turun temurun leluhurnya dan lucunya warganya tidak tahu asal usul kampungnya secara jelas karena pembakaran kampung ini oleh DI/TII Kartosoewirjo pada tahun 1956. Yang menyebabkan catatan-catatan sejarah ikut terbakar.

Anak tangga menuju Kampung Naga
Anak tangga menuju Kampung Naga

Untuk menuju Kampung Naga, kita harus menuruni 439 buah anak tangga sepanjang 0,5 km.

Kampung Naga 11

Kampung Naga 2

Kampung Naga 4

Luas area Kampung Naga hanya sekitar 1,5 hektar, dengan pembatas pagar bambu yg sudah tidak dimungkinkan untuk menambah bangunan lagi, mata pencaharian utama penduduk adalah pertanian, memelihara ikan dan membuat kerajinan.

Kampung Naga 5

Kegiatan keseharian ibu-ibu di Kampung Naga adalah menumbuk padi, panen 2 kali setahun. Padi lokal di sini agak berbeda dengan padi modern, tingginya bisa 1 meteran yg harus dipotong menggunakan ani-ani dan ibu-ibu di sini bisa manen padi sebanyak 1,5 kwintal seharinya, istimewa!! haha.

Kampung Naga 8Sementara ibu-ibu kerja ‘keras’, bapak-bapak sibuk dengan kerjaan kerajinannya. Eh, tapi ga lah, kalau udah masa panen mah saling bantu, heheu.

Kampung Naga 6 Kampung Naga 7Arsitektur rumah-rumah di Kampung Naga hampir sama dengan Baduy Dalam, mungkin karena sama-sama dari Suku Sunda. Terdiri dari 2 bagian utama, yaitu ruang tamu dan ruang dapur + keluarga (yg ada jendelanya), dan sama semua. Jumlahnya sekarang ada 113 rumah. Susunannya melintang arah barat-timur, tujuannya supaya sinar matahari bisa masuk rumah, saling berhadapan agar bisa saling cek apakah tetangga depan rumah sudah masak apa belum, jadi ga mungkin ada warga kelaparan di sini, katanya. Atap ijuk rumah-rumah di sini juga konon bisa bertahan hingga 25 tahun.

Salah satu hal terunik yang kami temukan adalah ketika kami diajak ke rumah Bapak yang menjadi guide kami dan kami bertanya tentang apa saja kegiatan sehari-hari mereka ketika di malam hari, kan ga ada listrik di sini?

Obo’, jawab Bapaknya dengan santainya.

Yang artinya cuma tidur. Seketika kami langsung hening dan tertawa kecil, haha. Enak banget kegiatannya tidur, ga mikirin hal-hal yang aneh kayak di kota.

Kampung Naga 9
Semcam Surau untuk berkumpul dan beribadah bersama, terletak di tengah kampung

Kampung Naga 12

Setelah puas berkeliling, akhirnya kami harus kembali ke Garut untuk beristirahat dan kembali ke Bandung keesokan harinya.

Kampung Naga 10

Sambil tergoda jajan duren dulu.

Terima kasih Kampung Naga, Garut dan Firyal buat liburannya.

→ 1268 readers

Related

Indonesia Travel BaduyGarutJawa BaratKampung NagaPasar CeplakRoad TripTasikmalayaTrip

Post navigation

Previous post
Next post

Comments (2)

  1. TYRA says:
    September 24, 2018 at 10:57 am

    kampung naga memiliki kebudayaan yang melekat hingga sekarang dimana dsana tak ada listrik.
    saya pernah kesana dengan menaiki 1000 tangga, capek nya sekalii

    Reply
  2. Alfun adam says:
    May 5, 2025 at 11:46 am

    Good Information
    Regards, Unissula

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Popular Posts

  • Soto Kopi Ngrajek Magelang, Wisata Kuliner Murah di Tengah Kolam Ikan
  • Ayam Goreng Bu Tini Sejak 1967
  • Mangut Lele Cindelaras Muntilan Sejak 1948
  • Nol Kilometer Temanggung
  • Alun-Alun Purworejo Sejak 1830
  • Ubudian Life
  • Sate Kerang Rahmat Medan Sejak 1957
  • Pengalaman Berpartisipasi di Kelas Inspirasi Bandung
  • Rawon Nguling Malang Sejak 1942
  • Kepiting Gemes Pak Mamo Pemalang Sejak 1989

Recent Posts

  • Depot Nikmat Jombang Sejak 1987
  • Alun-Alun Jombang: Ruang Publik Ikonik di Jantung Kota Santri
  • Nol Kilometer Tuban: Titik Awal Menjelajah Bumi Wali
  • Mengenal Jenis-Jenis Server: Mana yang Cocok untuk Website Anda?
  • Cloud VPS vs Managed VPS: Mana yang Lebih Cocok untuk Bisnis Anda?

Categories

Archives

Subscribe

Enter your email address to subscribe to this blog.

Join 1,224 other subscribers
Seedbacklink

Travel

  • Alun-Alun Jombang: Ruang Publik Ikonik di Jantung Kota SantriMay 4, 2025
  • Nol Kilometer Tuban: Titik Awal Menjelajah Bumi WaliApril 27, 2025
  • Leisure Trip ke Morwell: Dari Taman Bunga hingga Sushi Favorit TravelerMarch 24, 2025
  • Jalan Braga: Simbol Kejayaan Bandung di Masa KolonialJanuary 5, 2025
  • Staycation di Grand Rohan JogjaDecember 25, 2024

Culinary

  • Depot Nikmat Jombang Sejak 1987May 10, 2025
  • Sop Buntut dan Soto Pak Sugeng YogyakartaApril 3, 2025
  • Warung Kopi Purnama Bandung: Legenda yang Bertahan Sejak 1930January 4, 2025
  • Lacamera Coffee Bandung: Tempat Nongkrong Asyik dengan Kopi BerkualitasJanuary 1, 2025
  • Mih Kocok Bandung Mang Dadeng Sejak 1953December 28, 2024

Technology

  • iOS Conference Singapore 2020November 28, 2021
  • Sinergi Coworking Space JogjaAugust 22, 2020
  • WordCamp Jakarta 2019February 12, 2020
  • Kubik Coworking & Art Space PadangApril 13, 2019
  • Redesign Aplikasi IndiHomeNovember 6, 2018
©2025 Arif Setiawan | WordPress Theme by SuperbThemes
 

Loading Comments...